Pages

 

Saturday, May 9, 2020

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945

0 komentar

PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA 1945
Oleh: Fahmi Haristian Fauzi

Perumusan Dasar Negara Indonesia
Kabar seputar melemahnya posisi jepang dalam perang Asia Timur Raya menjadi berita yang menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Betapa tidak, berita tersebut setidaknya membuat harapan akan terwujudnya cita-cita kemerdekaan Indonesia semakin terang-benderang. Setelah sebelumnya Perdana Menteri Koiso dalam sidang parlemen Jepang pada tanggal 7 September 1944, telah memberikan janji kemerdekaan di kemudian hari bagi Indonesia. Beberapa waktu kemudian tepatnya pada tanggal 1 Maret 1945, Jepang melalui Letnan Jenderal Harada Kumakichi mengumumkan mengenai pendirian Dokuritsyu Zyunbi Tyosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), sebagai realisasi janji kemerdekaan yang telah diberikan pemerintah Jepang.[1]
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia secara resmi didirikan pada 29 April 1945. Badan ini bertugas mempelajari, mempersipakan dan melengkapi segala sesuatu terkait kemerdekaan Indonesia, terutama yang berkaitan dengan persyaratan berdirinya negara Indonesia.  Adapun susunan kepengurusan BPUPKI antara lain terdiri atas ketua Dr. Radjiman Wediodiningrat, wakil ketua Ichibangase dan Suroso, serta anggota yang berjumlah enam puluh orang. Sebagai realisasi dari tugasnya sebagai badan yang bertugas mempersiapkan berdirinya negara Indonesia, BPUPKI kemudian melaksanakan sidang Pleno pertama pada 29 Mei-1Juni 1945. Sidang Pleno tersebut membahas mengenai konsep dasar negara Indonesia sebagai negara merdeka. Dalam perumusan ini terdapat beberapa pandangan tentang konsep dasar negara, diantaranya sebagaimana diungkapkan oleh Mr. Muhammad Yamin, Mr. Soepomo dan Ir Soekarno. Pada perumusan tersebut pula atau tepatnya pada tanggal 1 Juni 1945, untuk pertama kalinya Ir Soekarno memperkenalkan gagasan Pancasila.
Sidang Pleno pertama BPUPKI dalam pelaksanaanya belum bisa menghasilkan kesimpulan yang final mengenai konsep dasar negara. Kondisi ini kemudian melatarbelakangi pembentukan panitia kecil yang berjumlah sembilan orang atau yang lebih familiar disebut dengan Panitia Sembilan, sembilan orang tersebut diantaranya: Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta, Mr.Muhammad Yamin, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Abdulkadir Muzakir, Wachid Hasjim, H. Agus Salim dan Abikusno Tjokrosujoso. Panitia Sembilan sendiri dibentuk pada tanggal 22 Juni 1945 atas prakarsa Ir Soekarno. Sebagai hasil dari kerja panitia sembilan adalah berupa rumusan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Adapun rumusan Piagam Jakarta tersebut antara lain:
1.   Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2.   (menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;
3.   Persatuan Indonesia;
4.   (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
5.   (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.[2]
Peristiwa pemboman Nagasaki dan Hiroshima di Jepang pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 oleh sekutu, semakin membuka lebar pintu kemerdekaan Indonesia. Segala sesuatu yang telah dipersiapkan BPUPKI sebagai usaha untuk merealisasikan berdirinya negara Indonesia tidak sia-sia.  Pada tanggal 11 Agustus 1945 beberapa tokoh nasionalis Indonesia diantaranya Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta, dan Rajiman Wediodiningrat tiba di Dalat, Saigon-Vietnam guna memenuhi panggilan Terauchi, Panglima Angkatan Perang Jepang di Asia Tenggara . Beberapa waktu sebelumnya, pada tanggal 7 Agustus 1945 terdapat peristiwa penting yaitu perubahan nama BPUPKI menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Kedatangan tokoh nasional ke Dalat sendiri antara lain dalam rangka pelantikan Ir Soekarno dan Drs Moh. Hatta sebagai ketua dan wakil ketua PPKI, serta membahas dua agenda penting yaitu mengenai waktu Indonesia merdeka dan pembahasan kembali tentang batas-batas wilayah Indonesia. Maka setelah diadakan pembahasan lebih jauh disetujuilah bahwa kemerdekaan akan diumumkan secara resmi setelah sidang PPKI yang direncanakan pada tanggal 18 Agustus 1945.[3]

Peristiwa Rengasdengklok
Pada tanggal 15 Agustus 1945, berita kekalahan Jepang dari pasukan sekutu menimbulkan gejolak diantara bangsa Indonesia. Keinginan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan menyeruak di seantero negeri, sementara itu mengenai kapan waktu pelaksanaan proklamasi masih belum menemui kepastian. Kondisi tersebut kemudian melahirkan perdebatan diantara bangsa Indonesia terutama diantara golongan pemuda dengan golongan tua mengenai kapan proklamasi dilaksanakan dan bagaimana proklamasi tersebut dilaksanakan.[4]
Para pemuda yang sudah tidak sabar lagi menunggu, melalui Sjahrir berupaya mendesak Soekarno dan Hatta untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan secepat mungkin dan harus keluar dari bayang-bayang Jepang, atau selambat-lambatnya pada 16 Agustus 1945 di luar kerangka PPKI. Para pemuda memang cenderung tidak percaya terhadap janji kemerdekaan yang diberikan Jepang, PPKI sendiri oleh para pemuda dianggap sebagai bayang-bayang Jepang.[5] Akan tetapi baik oleh Soekarno maupun Hatta memilih tetap pada perjanjiannya dengan Terauchi, untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan setelah rapat PPKI atau sekitar tanggal 18 Agustus 1945.[6]
Pasca penolakan yang dilakukan oleh Soekarno dan Hatta, para pemuda kembali mengadakan rapat yang dipimpin oleh Chairul Saleh guna membicarakan langkah selanjutnya. Hasilnya, rapat memutuskan untuk menjauhkan Soekarno dan Hatta dari pengaruh Jepang, serta mendesak keduanya untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan pada 16 Agustus 1945, sedangkan untuk pelaksanaan pengungsian diserahkan kepada dr Soetjpto dan Sukarni. akhirnya tepat pada pukul 03.00 dini hari Soekarno dan Hatta oleh para pemuda dibawa ke Rengasdengklok, suatu daerah yang terletak di sebelah utara Karawang.[7]
Walaupun sudah “diamankan” ke Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta masih tetap pada pendiriannya. Sikap teguh Soekarno dan Hatta itu antara lain disebabkan mereka masih belum percaya akan berita yang diberikan oleh pemuda, dan berita resmi dari Jepang sendiri belum diperoleh keduanya.
Sementara itu, Ahmad Subardjo yang tengah sibuk mencari kebenaran informasi tentang penyerahan Jepang kepada sekutu dikejutkan oleh kabar menghilangnya Soekarno dan Hatta. Keberadaan keduanya diketahui setelah Ahmad Subardjo memperoleh informasi dari Wikana, Maka kemudian Ahmad Subardjo pun berangkat untuk menjemput Soekarno dan Hatta Ke Rengasdengklok. Setelah berhasil meyakinkan para pemuda bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945, Ahmad Subardjo pun berhasil membawa Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta.

 Proklamasi Kemerdekaan
Setibanya mereka di Jakarta, rombongan yang membawa serta Soekarno dan Hatta dari Rengasdengklok langsung menuju rumah Laksamana Tadeshi Maeda di Jalan Myakodori (sekarang Jalan Imam Bonjol No.1). Lokasi tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan dari Ahmad Subardjo, setelah sebelumnya Hatta meminta Ahmad Subardjo untuk menghubungi hotel Des Indies untuk mengadakan rapat anggota panitia persiapan pada pukul 12.00 malam akan tetapi ditolak oleh pengurus hotel dengan alasan larangan dari Jepang apabila telah melebihi pukul 10.00 WIB.[8] Selain itu, berdasarkan ketentuan Jepang, rumah Laksamana Maeda termasuk ekstra-territorial dari gangguan Angkatan Darat Jepang.[9] Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Maeda pun membawa serta Kolonel Miyoshi ke kediamannya. Kehadiran Miyoshi di kediaman Maeda sebagai perwira Angkatan Darat meruapakan suatu tindakan pencegahan yang bijaksana untuk memberi kesan bahwa Angkatan Darat diberi tahu tentang apa yang terjadi di rumahnya. Di rumah Laksamana Maeda sendiri telah berkumpul para anggota PPKI yang menurut rencana akan mengadakan rapat namun batal.
Laksamana Maeda memberikan kesempatan kepada Soekarno, Hatta dan Ahmad Subardjo untuk merumuskan naskah proklamasi. Kalimat pertama yang berbunyi “Kami rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan kami” kemudian berubah menjadi “Kami Bangsa Indonesia dengan  ini menyatakan kemerdekaan Indonesia” berasal dari Ahmad Subardjo. Kalimat kedua oleh Soekarno berbunyi “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain dengan cara yang secermat-cermatnya serta dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”. Kedua kalimat tersebut digabung dan disempurnakan oleh Moh.Hatta Sehingga berbunyi seperti teks proklamasi yang kita miliki sekarang utuk kemudian diketik oleh Sayuti Melik, kemudian ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta [10]
Terdapat tiga perubahan yang dilakukan pada naskah proklamasi terakhir. Pertama, kata “tempoh” menjadi “tempo”; kedua, kalimat “wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti menjadi “atas nama bangsa Indonesia”; ketiga, cara menulis tanggal : “Djakarta, 17-8-05” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05”.[11] Akhirnya pada hari Jumat, tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB bertempat di Jalan Pegangsaan Timur No.56 Jakarta, naskah tersebut dibacakan dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia. Adapun susunan acara pada peristiwa tersebut meliputi:
1.   Pembacaan Proklamasi, disampaikan oleh Soekarno yang dilanjutkan dengan pidato singkat;
2.   Pengibaran bendera Merah-Putih. Pengibaran dilaksanakan oleh Suhud dan Latief Hendradiningrat Secara spontan peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya, sehingga sampai sekarang pengibaran bendera Merah-Putih dalam setiap upacara bendera selalu diiringi dengan lagu kebangsaan Indonesia raya;
3.   Sambutan Wali Kota Suwirjo dan dr. Muwardi.[12]

Source: google
Source: google
Selain teks asli yang dibacakan, setelah naskah diketik dini hari sebelumnya, Soekarno telah meminta para pemuda agar menyebarluaskannya dalam bentuk pamplet. Secara beranting naskah dikirimkan ke berbagai pelosok dunia. Naskah diterima berbagai tempat dalam waktu yang berbeda-beda.Bandung misalnya sudah terima siang hari, juga Yogyakarta dimana kesultanan Yogyakarta Hadiningrat segera menyatakan dukungan. Ke luar negeri, berita dipancarkan dari Jakarta yang ditangkap radio di Yogyakarta, kemudian dipancarkan ke Bukit Tinggi untuk kemudian dipancarkan ke India, barulah kemudian ke seluruh dunia.[13]

Persidangan PPKI
Proklamasi kemerdekaan yang telah dikumandangakan pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan momentum penting yang menandai lahirnya negara Indonesia. Akan tetapi secara hukum Indonesia belumlah memenuhi syarat untuk dapat dikatakan sebagai sebuah negara. Sebuah tantangan yang kemudian menjadi tanggung jawab PPKI untuk dapat memenuhinya. Maka dari itu PPKI pun mengadakan beberapa kali persidangan, diantaranya:
Pertama, pada tanggal 18 Agustus 1945;
1.   Mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
2.   Memilih Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden
3.   Sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat, pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Komite Nasional
Kedua,tanggal 19 Agustus 1945;
1.   Pembagian wilayah yang terdiri atas 8 Propinsi
2.   Pembentukan Komite Nasional (daerah)
3.   Penetapan 13 Kementerian
Ketiga, tanggal 22 Agustus 1945;
1.   Pembentukan Komite Nasional (pusat)
2.   Pembentukan Partai Nasional Indonesia, dan
3.   Pembentukan Badan Keamanan Rakyat.[14]

Beberapa Catatan Seputar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Terdapat beberapa catatan menarik mengenai peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia. Salah satu diantaranya dan mungkin paling menonjol adalah bagaimana kecerdasan politik dari para tokoh nasional dalam “memanfaatkan” setiap peluang yang diberikan Jepang mulai dari BPUPKI, hingga peristiwa proklamasi kemerdekaan yang “manis” karena tidak menimbulkan kesan kemerdekaan sebagai “Hadiah” dari Jepang, melainkan sebagai hasil perjuangan dari seluruh tumpah darah Indonesia.
Hal yang juga menarik adalah cerita mengenai keterlibatan seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang Laksamana Maeda dalam mendukung perjuangan kemerdekaan. Laksmana Maeda meski dalam posisi yang sulit, telah menunjukan kesetiaan terhadap Semangat Samurai yang telah dipegangnya, ia tanpa ragu-ragu sedikitpun memberikan dukungannya meski harus mempertaruhkan kedudukan dan nyawanya demi tujuan kemerdekaan Indonesia.

Referensi
Dewa Agung.2010.Perjuangan Menuju Terbentuknya Negara Republik Indonesia. Jurnal Sejarah. Nomor 1, Februari 2003 Hal.41-57

Sularto dan D. Rini Yunarti.2010.Konflik Di Balik Proklamasi Kemerdekaan : BPUPKI, PPKI dan Kemerdekaan. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara


William H. Frederick dan Soeri Soeroto.2005.Pemahaman Sejarah Indonesia Sebelum dan Sesudah Revolusi. Jakarta : LP3ES




[1] Dewa Agung.2003. Perjuangan Menuju Terbentuknya Negara Republik Indonesia. Jurnal Sejarah.hlm.42
[2] Ibid.hlm.44
[3] Ibid.hlm.46-47
[4] Sularto dan D.Rini Yunarti.2010.Konflik Di Balik Proklamasi BPUPKI, PPKI dan Kemerdekaan.Jakarta:Kompas hlm.51
[5] Ibid.hlm.3
[6] Dewa Agung.op.cit.hlm.47
[7] Sularto dan D.Rini Yunarti.op.cit.hlm.54
[8] William H. Frederick dan Sari Soeroto.2005.Pemahaman Sejarah Indonesia Sebelum dan Sesudah Revolusi.Jakarta:LP3ES.hlm.302
[9]  Ibid.hlm 301-302. Menurut adat istiadat Jepang hubungan antara Angakatan Darat dan Angkatan Laut, meskipun dalam prakteknya senantiasa ada pertentangan satu sama lain di dalam banyak soal dalam negeri, dihormati sebagai dasar persahabatan. Atau dengan kata lain apa yang terjadi di kediaman Maeda tidak dapat dicampuri oleh Angakatan Darat dan harus dihormati tidak dalam arti hukum melainkan suatu adat istiadat yang lazim.
[10] Dewa Agung.op.cit.hlm.50
[11] Sularto dan D.Rini Yunarti.op.cit.hlm.58. Mengenai angka “05”, sejarawan Prof.Dr. Nugroho Notosusanto pernah menjelaskan, angka tahun 05 adalah singkatan angka tahun 2605 tarikh Sumera (Kalender Jepang) yang sama arti dengan tahun 1945 Masehi.
[12] Dewa Agung.op.cit.hlm.51
[13] Sularto dan D.Rini Yunarti.op.cit.hlm.54
[14] Dewa Agung.op.cit.hlm.52

0 komentar:

Post a Comment